Lagu ini menggambarkan suasana duka yang terus berulang akibat kehilangan dan kekerasan yang tak kunjung usai. Penuturnya menyoroti bagaimana kesunyian justru terasa semakin bising, sementara rasa didengar perlahan menghilang dan digantikan oleh kemarahan. Pertanyaan tentang apakah masih akan ada korban berikutnya dan apakah ada yang benar-benar pulih menunjukkan kelelahan kolektif serta ketidakpastian akan masa depan. Nama-nama yang pergi seolah menjadi simbol nyawa yang hilang dan ingatan yang terus menuntut keadilan.
Di bagian lain, lagu ini berubah menjadi kritik sosial yang tegas terhadap sikap diam dan ketidakpedulian. Ungkapan bahwa diam bisa ditukar dengan nyawa menegaskan bahwa pembiaran memiliki konsekuensi yang nyata dan fatal. Lagu ini tidak meminta kekuasaan atau kemegahan, melainkan ruang untuk bersuara dan keberanian untuk membuka mata. Secara keseluruhan, lagu ini adalah seruan empati, perlawanan, dan ajakan untuk tidak menormalisasi luka yang terus terjadi.